Senin, 24 Oktober 2011

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK-KEJANG DEMAM

ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN KEJANG DEMAM

I.       Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal di atas 380 C ) yang di sebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga di sebut jejang demam tonik – klonik, sangat sering kita jumpai pada anak – anak usia di bawah 5 tahun. Kejang di sebabkan karena adnya suatu awitan hypertermi yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus (Sylvia A. Prica,Latraine M. Wikson,1995)
Kejang demam adalah suatu kejadian pda bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,berhubungan dengan demam tetapi didak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Brunner dan Suddart 2002. keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 jilid.Esic Jakarta)
Kejang demam adalah merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering di jumpai pada anak,yang di sebabkan oleh proses ekstrakranium dan penyebab demam yang terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas di susul saluran pencernaan ( Ngastiyah, 1997 ; 229)
II.           Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan eloktrolit, dan gangguan pututs alcohol, obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksitk subcutan dan anoksiaselebral. Sebagaian kejang disebabkan oleh adanya suatu awitan hipertemiayang timbul mendadak pada infeksi atau firus. Sebagian kejang merupakan idiopti (tidak diketahui etiologinya).
1. Intra kranial
Asfiksia                        :  Ensevolopati hipoksis – iskemik
Trauma (perdarahan)    :  perdarahan subaraknoit, subdural, intraventrikular
Infeksi                          :  bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan          : disgenesis korteks selebri, sindrong zelluarge, sindrom smith Lemli- opitz.
2. Ekstra klaniel
Gangguan metabolik     : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, angguan elektrolit (Na dan K)
Toksit                                :   Intoksikasi anestesi lokal, sindrong putus  obat
Kelainan yang diturunkan : gangguan,metabolik asam amino ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3. Idiopatik
Kejang neo natus fancilie benigna, kejang hari kelima ke-5 (the fith day fits).

III.      Patofisiologi
·    Untuk mempertahankan hidup sel / organ otak diperlukan bahan baku / energi terpenting yang didapat dari hasil metabolisme (glukosa) yang prosesnya bersifat oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.
·      Energi otak/ glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
·      Sel dikelilingi oleh membran dari permukaan dalam (lipoid) dan permukaan luar (ionik).
·      Normal membran sel neoron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium         (K + ) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolik lainnya, kecuali ion klorida (Cl), akibatnya konsentrasi K + dalam sel neoron tinggi dan kosentrasi Na + rendah, sedang diluar sel neoron terdapat keadaan sebaliknya.
·    Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka   terdapat potensial membaran yang disebut potensial membran dari neoron, dan untuk keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K ATP - ase yang terdapat pada permukaan sel, dan keseimbangan potensial memberan ini dapat diubah oleh :
o  Perubahan konsetrasi ion diruang ekstaseluler
o  Ransangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, atau aliran listrik dari sekitarnya.
o  Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
·    Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C saja akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 – 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
·    Pada umur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibanding orang dewasa yang hanya 15%, oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat merubah keseimbangan membran sel neoron, dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalsium / natrium melalui membran akibat terjadinya lepas muatan listrik yang besar dan dapat meluas leseluruh sel / memberan sekitarnya dengan bantuan bahan (neurotransmiterr) dan terjadilah kejang.
·    Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda sesuai tinggi rendahnya atau kejang pada suhu tertentu, misalnya:
o    Anak dengan ambang kejang rendah, telah terjadi kejang pada suhu 38o C.
o    Anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi bila suhu mencapai 40oC atau lebih
Dengan demikian berulangnya kejang demam sering pada anak dengan ambang kejang rendah, sehingga penaggulangannya perlu diperhatikan pada tingkah laku suhu berapa anak yang menderita kejang.
·    Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya / tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai :
o    Apenia
o    Hipoksemia (meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi skelet)
o    Hiperkapnia
o    Asidosis laktat akibat metabolisme anaerobik
o    Hipotensi arterial disertai denyut jantung tidak tertaur/suhu tubuh meningkat oleh meningkatnya aktivitas otot → metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama
o  Gangguan peredaran darah/hipoksia (faktor penting) sehingga meninggikan permeabilitas kapiler → metabolisme otak meningkat
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama
o  Gangguan peredaran darah / hipoksia (faktor penting) sehingga meninggikan permiabilitas kapiler → timbul edema otak → kerusakan neoron otak
o Kerusakan daerah medial lobus temporalis jadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan oleh sebab kelainan anatomis otak akibat kejang demam yang berlangsung lama
IV.   Prognosis
·    Baik / tidak menyebabkan kematian apabila penanggulangan cepat dan tepat
·    Angka kejadian epilepsi berbeda – beda tergantung penelitian, misalnya : 
o    Lumban tobin (1975) : 6 %
o    Livingston (1954) / golongan kejang demam sederhana : 2,9 %
o    Provakasi oleh demam : 97 %
·   Resiko yang dihadapi anak setelah kejang demam tergantung dari beberapa faktor, sebagai berikut :
o  Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam kelurga
o  Kelainan dalam perkembangan / saraf sebelum anak menderita kejang demam
o    Kejang yng berlangsung lama / kejang fokal
Bila terdapat sedikitnya 2 atau 3 faktor diatas, kemudian hari sekitar 13 % akan mengalami serangan tanpa demam, dibanding 1 atau tidak ada sama sekali faktor diatas dengan serangan tanpa demam hanya 2 %- 3 % saja.
·   Hemiparese terjadi pada kejang demam lama ( lebih dari 30 menit ) baik umum / fokal, dan kelumpuhannya sesuai kejang fokal, mula – mula bersifat flaksid dan setelah 2 minggu timbul spastis.
·   Tidak terdapat kelainan IQ bila kejang sederhana, tetapi kejang demam dengan kelainan neorologis sebelumnya IQ akan lebih rendah dibanding saudaranya, dan jika kejang diikuti dengan kejang berulang tanpa demam maka akan terjadi retardasi mental 5 kali lebih besar.
V. Penatalaksanaan
     Medik :
Ada beberapa faktor yang perlu di lakukan, yaitu :
1.    Memberantas kejang secepat mungkin :
o    Berikan diazepam i.v untuk menekan kejang ( 80-90 %) dengan efek teraupetik ± 30 detik -5 menit dan efek toksik serius hampir tidak di jumpai bila di beri perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg / injeksi. Dosis di beri sesuai BB, bila BB kurang dari 10 kg : 0,5 – 0,75 mg / kg BB (minimal dalam spoit 7,5 mg ), dan BB diatas 20 kg : 0,5 mg / kg BB. Dosis yang rata – rata biasa dipakai 0,3 mg / kg BB / kali dengan maksimum 5 mg untuk umur kurang dari 5 tahun dan 10 mg pada anak lebih besar.
o    Setelah suntika pertama tidak berhasil selama 15 menit, di ulang dengan dosis yang sama, setelah 15 menit belum berhasil juga di ulang lagi dosis sama secara intramuskuler, dan bila tidak berhasil juga dapat di beri fenobarbital paraldehid 4 % antra vena.
o    Efek dizepam adalah mengantuk, laringospasme, henti jantung, hipotensi dan penekanan pusat pernafasan, kedua terakhir ini terjadi apabila sebelumnya anak telah di beri fenobarbital.
o    Diazepam di beri tanpa pelarut perlahan kira – kira 1 ml / menit, bayi 1     mg dalam satu menit
o     Diazepam bisa efektif diberi melalui rektum bila pemberian intra vena sulit pada anak yang kejang, dapat diberi oleh siapa saja asalkan mengetahui dosisnya. Dosis sesuai adalah : BB kurang 10 kg : 5 mg dan BB, kemasan 5 mg / 10 mg dalam rektiol.
o     Bila dosis awal belum berhasil setelah 15 menit dapat di beri lagi dengan dosis 0,3 mg / kg BB
o    Cara pemberian rektiol sebagai berikut : sebelumnya diolesi vaselin / minyak pada ujungnya, masukkan dalam rektum sepanjang 3 – 5 cm ( pasien dalam sikap miring ) di pijit hingga kosong, setelah di tarik lubang anus di tutup / di rapatkan ke dua muskulus gluteus
o    Fenobarbital diberi ( i.m) bila diazepam tidak ada dengan dosis awal : bayi baru lahir : 30 mg / kg. BB/ kali, umur 1 bulan – 1 tahun. 50 mg / kg. BB / kali, 1 tahun ke atas : 75 mg /kg. BB / kali kemudian di tunggu selama 15 menit, bila belum berhasil dapat di ulang dengan dosis : neonatus 15 mg, 1 bulan 30 mg dan di atas 1 tahun 50 mg i.m. untuk pemberian i.v dosisnya : 5 mg / kg. BB dalam infus, Kecepatan tidak lebih dari 50 mg / menit, kadar teraupetik dalam darah akan menetap dalam 24 jam.
o    Bila dengan obat – obat di atas kejang tidak dapat di hentikan, maka pasien segera di rujuk ke ruang ICU untuk di beri anestesi umum  teopental oleh ahli anestesi
2.       Pemeriksaan penunjang :
·    Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang sebagai berikut :
Ø Semua pakaian ketat di buka
Ø Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
Ø Usahakan agar jalan nafas bebas untuk manjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi trakeotomi
Ø Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
·      Fungsi vital seperti : kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung ediawasi ketat
·      Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan monitoring kelainan metabolik dan elektrolit
·      Tidak boleh diberi cairan dengan kadar natrium tinggi bila ada tekanan intra kranial
·      Hibernasi dengan kompres alkohol dan es untuk suhu yang meningkat/hipereksia dan pemberian hibernasi seperti klorpromazin 2 – 4 mg/kg. BB/hari dibagi dalam 3 dosis, prometazon 4 – 6 mg/kg.BB/hari dibagi dalam 3 dosis injeksi
·    Edoma otak dicegah dengan kortikosteroid dasis 20 -30 mg/kg.BB/hari dibagi dalam 4 dosis, sebaiknya glukokortikoid seperti deksametazon 0,5 – 1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik
     3.  Memberikan pengobatan rumat:
·      Oleh karena diazepan daya kerjanya sangat singkat yaitu berkisar 45 – 60 menit sesudah injeksi, maka harus diberikan obat antiepileptik daya kerja lama seperti:
o      Fenobarbital, langsung setelah kejang berhenti dengan diazepam, dosis awal neonatur 30 mg, umur 1 bulan – 1 tahun 50 mg, umur 1 tahun keatas 75 mgi.m, kemudian diberikan sebagai dosis rumit
o     Karena metabolisme dalam tubuh lambat maka pada anak cukup diberi 2 dosis/hari, kadar maksimal dalam darah dicapai setelah 4 jam, untuk mencapai kadar terapeutik cepat diberi dosis lebih tinggi dari biasanya, dengan dosis ganda 8 -10 mg/kg.Bbhari maka kadar 10 – 20 mokrogram/ml merupakan kadar efektif dalam darah dicapai dalam 48 – 75 jam
o      Sebagai dosis maintenance, diberikan sstlh dosis awal 8 – 10 mg/kg.BB/hari dibagi dalam 2 dosis untuk hari pertama dan kedua, diteruskan hari berikutnya dengan dosis biasa (4-5 mg/kg.BB/hari) dibagi dalam 2 dosis.
·      Selama keadaan belum membaik, diberi antikonvulsan injeksi, setelah membaik dilanjutkan peroral.
·     Lanjutan pengobatan rumat dibagi dalam 2 bagian yaitu :
VI. Proses keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang di dasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat.
a.     Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan dasar utama dari proses keperawatan pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukanstatus kesehatan dan pola pertahanan klien serta merumuskan  diagnosa keperawatan.
b.                                                     Diagnosa keperawatan
1.         Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
2.         Potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
3.         Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi
4.         Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
5.         Gangguan pola tidur berhubungan dengan maningkatnya metabolisme tubuh akibat hipertermi.
c.              Perencanaan
NDX 1            : Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
  Tujuan                 : klien tidak mengalami kejang
  Kriteria hasil    : tidak terjadi serangan kejang ulang, suhu 36 – 37,5 0 C,nadi 100 – 110 x / I, kesadaran compus mentis

No
Intervensi
Rasional
1
Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat
2
Berikan kompres dingin
Perpindahan panas secara konduksi


3
Berikan ekstra cairan ( susu, sari buah dll)
Saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat
4
Obserfasi TTV tiap 4 jam
Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan
5
Batasi aktifitas selama anak panas
Aktifitas dapat meningkatkan panas 
6
Berikan antipiretik dan pengobatan sesuai medis
Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis

NDX 2          : Potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
Tujuan            : tidak terjadi trauma fisik  selama perawatan
Kriteria hasil : tidak terjadi trauma fisik pada perawatan, mempertahankan tindakan yang mengontro aktifitas kejang, mengidentifikasi tindakan yang harus di berikan ketika terjadi kejang.
No
Intervensi
Rasional
1
Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah
Meminimalkan injuri saat kejang
2
Tinggalah bersama klien selama fase kejang
Menigkatkan keamanan klien
3
Berikan tongue spatel di antara gigi atas dan bawa
Menurunkan resiko trauma pada mulut
4
Letakkan klien di tempat yang lembut 
Membantu menurunkan resiko injuri fisik ekstremitan ketika kontrol otot volumter berkurang
5
Catat tipe kejang ( lokasi, lama ) dan frekwensi kejang
Membantu menurunkan lokasi area serebral yang terganggu
6
Membantu menurunkan resiko injuri fisik ekstremitan ketika kontrol otot volumter berkurang
Mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal

NDX 3            : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi
Tujuan             : rasa nyaman terpenuhi
            Kriteria hasil   : suhu tubuh 36 – 37,50  C, nadi : 100 – 110 x /i , RR : 24 – 28 x /i , kesadaran compusmentis, anak tidak rewel

No
Intervensi
Rasional
1
Kaji faktor – faktor hipertermi
Mengetahui penyebab terjadinya hipertermi karena penambahan pakaian atau selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh
2
Observasi TTV tiap 4 jam sekali
Pemantauan TTV yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya
3
Pertahankan suhu tubuh normal
Suhu tubuh yang dapat di pengaruhi oleh tingkat aktifitas, suhu lingkungan, kelembaban yang tinggi akan mempengaruhi panas / dinginnya tubuh
4
Ajarkan kepada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak
Proses konduktif / perpindahan panas dengan suatu bahan perantara
5
Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Proses hilangnya akan terhalangi pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat
6
Atur sirkulasi udara ruangan
Penyediaan udara bersih
7
Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
8
Batasi aktifitas fisik
Aktifitas meningkatkan metabolisme dab meningkatkan panas

NDX 4      : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
Tujuan            : Pengetahuan bertambah tentang penyakit anaknya
Kriteri hasil : keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya, keluarga mampu diikut sertakan dalam proses keperawatan, keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang di miliki keluarga dan kebenaran informasi yang di dapat
2
Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Penjelasan tentatang kondisi yang dialami dapat menambah wawasan keluarga
3
Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan di lakukan
Agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan keperawatan
4
Berikan HE tentang cara melong anak kejang dan mencegah kejang demam
Sebagai upaya ahli informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan
5
Berikan HE agar selalu sedia obat penurun panas bila anak panas
Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang
6
Jika anak sembuh, jaga anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingg tidak mencetuskan kenaikan suhu
Sebagai upaya prefentif serangan ulang
7
Beri tahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberi tahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam
Imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang akan dapat menyebabkan kejang demam

NDX 5    : Gangguan pola tidur berhubungan dengan maningkatnya metabolisme tubuh akibat hipertermi
Tujuan           : Akan menunjukan pola tidur yang nyaman
Kriteria hasil : konjungtiva tidak anemis, TTV dalam keadaan normal, suhu tubuh 36 – 37,50  C, nadi : 100 – 110 x /i , RR : 24 – 28 x /i

No
Intervensi
Rasional
1
Akan menunjukan pola tidur yang nyaman
Kriteria hasil : konjungtiva tidak anemis, TTV dalam keadaan normal, suhu tubuh 36 – 37,50  C, nadi : 100 – 110 x /i , RR : 24 – 28 x /i
Supaya klien dapat beristirahat dengan nyaman.







DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobin SM, 1989, Penata laksanaan mutakhir Kejang pada anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda JuallC, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa 1 Made, EGC, Jakarta.
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis pada anak, Edisis ke 2, PT. sagung Seto : Jakarta
Ngastiyah, 1997, perawatan Anak Sakit. EGC< Jakarta.
Rendlen John, 1994, Ikhitisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta
Santosa, NI, 1989, Perawatan 1 ( Dasar-dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Keperawatan Dalam Konsep Keluarga, Depkes RI, Jakarta…
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh kembang anak, EGC jakarta
Suharso Darto, 2994,Pedoman diagnosis dan terapi, F.K. Unifersitas erlanga, surabaya
Sumijati M.E, dkk 2000, Asuhan keperawatan pada kasus penyakit yang lazim Terjadi pada anak, PERKANI: surabaya.
Wahidiyat iskandar, 1985, Ilmu kesehatan anak, Edisi 2, Info medika, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar