ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN KEJANG DEMAM
I. Pengertian
Kejang demam adalah
bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal di atas 380
C ) yang di sebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering
juga di sebut jejang demam tonik – klonik, sangat sering kita jumpai pada anak
– anak usia di bawah 5 tahun. Kejang di sebabkan karena adnya suatu awitan
hypertermi yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus (Sylvia A.
Prica,Latraine M. Wikson,1995)
Kejang demam adalah suatu
kejadian pda bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun,berhubungan dengan demam tetapi didak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu (Brunner dan Suddart 2002. keperawatan
Medikal Bedah, Edisi 8 jilid.Esic Jakarta)
Kejang demam adalah
merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering di jumpai pada anak,yang
di sebabkan oleh proses ekstrakranium dan penyebab demam yang terbanyak adalah
infeksi saluran pernapasan bagian atas di susul saluran pencernaan ( Ngastiyah,
1997 ; 229)
II.
Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis termasuk tumor
otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan
eloktrolit, dan gangguan pututs alcohol, obat gangguan metabolik, uremia,
overhidrasi, toksitk subcutan dan anoksiaselebral. Sebagaian kejang disebabkan
oleh adanya suatu awitan hipertemiayang timbul mendadak pada infeksi atau
firus. Sebagian kejang merupakan idiopti (tidak diketahui etiologinya).
1. Intra kranial
Asfiksia :
Ensevolopati hipoksis – iskemik
Trauma
(perdarahan) : perdarahan subaraknoit, subdural,
intraventrikular
Infeksi :
bakteri, virus, parasit
Kelainan
bawaan : disgenesis korteks
selebri, sindrong zelluarge, sindrom smith Lemli- opitz.
2.
Ekstra klaniel
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomognesemia, angguan elektrolit (Na dan K)
Toksit : Intoksikasi anestesi lokal, sindrong putus obat
Kelainan
yang diturunkan : gangguan,metabolik asam
amino ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3. Idiopatik
Kejang neo
natus fancilie benigna, kejang hari kelima ke-5 (the fith day fits).
III. Patofisiologi
·
Untuk mempertahankan hidup sel / organ otak
diperlukan bahan baku
/ energi terpenting yang didapat dari hasil metabolisme (glukosa) yang
prosesnya bersifat oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan
ke otak melalui sistem kardiovaskuler.
·
Energi otak/ glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
·
Sel dikelilingi oleh membran dari permukaan
dalam (lipoid) dan permukaan luar (ionik).
·
Normal membran sel neoron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K + ) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolik lainnya, kecuali
ion klorida (Cl), akibatnya konsentrasi K + dalam sel neoron tinggi dan
kosentrasi Na + rendah, sedang diluar sel neoron terdapat keadaan sebaliknya.
·
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat
potensial membaran yang disebut potensial membran dari neoron, dan untuk keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K ATP - ase yang
terdapat pada permukaan sel, dan keseimbangan potensial memberan ini dapat diubah
oleh :
o Perubahan
konsetrasi ion diruang ekstaseluler
o Ransangan
yang datangnya mendadak misalnya mekanis, atau aliran listrik dari sekitarnya.
o Perubahan
patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
·
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C
saja akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 – 15 % dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20%.
·
Pada umur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh dibanding orang dewasa yang hanya 15%, oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat merubah keseimbangan membran sel neoron, dalam waktu
singkat terjadi difusi ion kalsium / natrium melalui membran akibat terjadinya
lepas muatan listrik yang besar dan dapat meluas leseluruh sel / memberan
sekitarnya dengan bantuan bahan (neurotransmiterr) dan terjadilah kejang.
·
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda
sesuai tinggi rendahnya atau kejang pada suhu tertentu, misalnya:
o
Anak dengan ambang kejang rendah, telah terjadi
kejang pada suhu 38o C.
o
Anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru
terjadi bila suhu mencapai 40oC atau lebih
Dengan demikian
berulangnya kejang demam sering pada anak dengan ambang kejang rendah, sehingga
penaggulangannya perlu diperhatikan pada tingkah laku suhu berapa anak yang
menderita kejang.
·
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya
tidak berbahaya / tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai :
o
Apenia
o
Hipoksemia (meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi skelet)
o
Hiperkapnia
o
Asidosis laktat akibat metabolisme anaerobik
o
Hipotensi arterial disertai denyut jantung tidak
tertaur/suhu tubuh meningkat oleh meningkatnya aktivitas otot → metabolisme
otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama
o Gangguan
peredaran darah/hipoksia (faktor penting) sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler → metabolisme otak meningkat
Rangkaian kejadian di
atas adalah faktor penyebab kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang
lama
o Gangguan
peredaran darah / hipoksia (faktor penting) sehingga meninggikan permiabilitas
kapiler → timbul edema otak → kerusakan neoron otak
o Kerusakan
daerah medial lobus temporalis jadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi spontan oleh sebab kelainan anatomis otak akibat kejang demam
yang berlangsung lama
IV. Prognosis
·
Baik / tidak menyebabkan kematian apabila
penanggulangan cepat dan tepat
·
Angka kejadian epilepsi berbeda – beda
tergantung penelitian, misalnya :
o
Lumban tobin (1975) : 6 %
o
Livingston
(1954) / golongan kejang demam sederhana : 2,9 %
o
Provakasi oleh demam : 97 %
·
Resiko yang dihadapi anak setelah kejang demam
tergantung dari beberapa faktor, sebagai berikut :
o Riwayat
penyakit kejang tanpa demam dalam kelurga
o Kelainan
dalam perkembangan / saraf sebelum anak menderita kejang demam
o Kejang
yng berlangsung lama / kejang fokal
Bila terdapat sedikitnya 2
atau 3 faktor diatas, kemudian hari sekitar 13 % akan mengalami serangan tanpa
demam, dibanding 1 atau tidak ada sama sekali faktor diatas dengan serangan
tanpa demam hanya 2 %- 3 % saja.
·
Hemiparese
terjadi pada kejang demam lama ( lebih dari 30 menit ) baik umum / fokal, dan
kelumpuhannya sesuai kejang fokal, mula – mula bersifat flaksid dan setelah 2
minggu timbul spastis.
·
Tidak
terdapat kelainan IQ bila kejang sederhana, tetapi kejang demam dengan kelainan
neorologis sebelumnya IQ akan lebih rendah dibanding saudaranya, dan jika
kejang diikuti dengan kejang berulang tanpa demam maka akan terjadi retardasi
mental 5 kali lebih besar.
V. Penatalaksanaan
Medik :
Ada
beberapa faktor yang perlu di lakukan, yaitu :
1. Memberantas
kejang secepat mungkin :
o Berikan
diazepam i.v untuk menekan kejang ( 80-90 %) dengan efek teraupetik ± 30 detik
-5 menit dan efek toksik serius hampir tidak di jumpai bila di beri perlahan
dan dosis tidak melebihi 50 mg / injeksi. Dosis di beri sesuai BB, bila BB
kurang dari 10 kg : 0,5 – 0,75 mg / kg BB (minimal dalam spoit 7,5 mg ), dan BB
diatas 20 kg : 0,5 mg / kg BB. Dosis yang rata – rata biasa dipakai 0,3 mg / kg
BB / kali dengan maksimum 5 mg untuk umur kurang dari 5 tahun dan 10 mg pada
anak lebih besar.
o Setelah
suntika pertama tidak berhasil selama 15 menit, di ulang dengan dosis yang
sama, setelah 15 menit belum berhasil juga di ulang lagi dosis sama secara
intramuskuler, dan bila tidak berhasil juga dapat di beri fenobarbital
paraldehid 4 % antra vena.
o Efek
dizepam adalah mengantuk, laringospasme, henti jantung, hipotensi dan penekanan
pusat pernafasan, kedua terakhir ini terjadi apabila sebelumnya anak telah di
beri fenobarbital.
o Diazepam
di beri tanpa pelarut perlahan kira – kira 1 ml / menit, bayi 1 mg dalam satu menit
o Diazepam
bisa efektif diberi melalui rektum bila pemberian intra vena sulit pada anak
yang kejang, dapat diberi oleh siapa saja asalkan mengetahui dosisnya. Dosis
sesuai adalah : BB kurang 10 kg : 5 mg dan BB, kemasan 5 mg / 10 mg dalam
rektiol.
o Bila dosis awal belum berhasil setelah 15
menit dapat di beri lagi dengan dosis 0,3 mg / kg BB
o Cara
pemberian rektiol sebagai berikut : sebelumnya diolesi vaselin / minyak pada
ujungnya, masukkan dalam rektum sepanjang 3 – 5 cm ( pasien dalam sikap miring
) di pijit hingga kosong, setelah di tarik lubang anus di tutup / di rapatkan
ke dua muskulus gluteus
o Fenobarbital
diberi ( i.m) bila diazepam tidak ada dengan dosis awal : bayi baru lahir : 30
mg / kg. BB/ kali, umur 1 bulan – 1 tahun. 50 mg / kg. BB / kali, 1 tahun ke
atas : 75 mg /kg. BB / kali kemudian di tunggu selama 15 menit, bila belum
berhasil dapat di ulang dengan dosis : neonatus 15 mg, 1 bulan 30 mg dan di
atas 1 tahun 50 mg i.m. untuk pemberian i.v dosisnya : 5 mg / kg. BB dalam
infus, Kecepatan tidak lebih dari 50 mg / menit, kadar teraupetik dalam darah
akan menetap dalam 24 jam.
o Bila
dengan obat – obat di atas kejang tidak dapat di hentikan, maka pasien segera
di rujuk ke ruang ICU untuk di beri anestesi umum teopental oleh ahli anestesi
2.
Pemeriksaan penunjang :
·
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan
perlunya pengobatan penunjang sebagai berikut :
Ø Semua
pakaian ketat di buka
Ø Posisi
kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
Ø Usahakan
agar jalan nafas bebas untuk manjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan
intubasi trakeotomi
Ø Pengisapan
lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
·
Fungsi vital seperti : kesadaran, suhu, tekanan
darah, pernapasan dan fungsi jantung ediawasi ketat
·
Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan monitoring
kelainan metabolik dan elektrolit
·
Tidak boleh diberi cairan dengan kadar natrium
tinggi bila ada tekanan intra kranial
·
Hibernasi dengan kompres alkohol dan es untuk
suhu yang meningkat/hipereksia dan pemberian hibernasi seperti klorpromazin 2 –
4 mg/kg. BB/hari dibagi dalam 3 dosis, prometazon 4 – 6 mg/kg.BB/hari dibagi
dalam 3 dosis injeksi
·
Edoma otak dicegah dengan kortikosteroid dasis
20 -30 mg/kg.BB/hari dibagi dalam 4 dosis, sebaiknya glukokortikoid seperti
deksametazon 0,5 – 1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik
3. Memberikan
pengobatan rumat:
·
Oleh karena diazepan daya kerjanya sangat
singkat yaitu berkisar 45 – 60 menit sesudah injeksi, maka harus diberikan obat
antiepileptik daya kerja lama seperti:
o Fenobarbital, langsung setelah kejang berhenti
dengan diazepam, dosis awal neonatur 30 mg, umur 1 bulan – 1 tahun 50 mg, umur
1 tahun keatas 75 mgi.m, kemudian diberikan sebagai dosis rumit
o Karena
metabolisme dalam tubuh lambat maka pada anak cukup diberi 2 dosis/hari, kadar
maksimal dalam darah dicapai setelah 4 jam, untuk mencapai kadar terapeutik
cepat diberi dosis lebih tinggi dari biasanya, dengan dosis ganda 8 -10
mg/kg.Bbhari maka kadar 10 – 20 mokrogram/ml merupakan kadar efektif dalam
darah dicapai dalam 48 – 75 jam
o
Sebagai
dosis maintenance, diberikan sstlh dosis awal 8 – 10 mg/kg.BB/hari dibagi dalam
2 dosis untuk hari pertama dan kedua, diteruskan hari berikutnya dengan dosis
biasa (4-5 mg/kg.BB/hari) dibagi dalam 2 dosis.
·
Selama keadaan belum membaik, diberi
antikonvulsan injeksi, setelah membaik dilanjutkan peroral.
·
Lanjutan pengobatan rumat dibagi dalam 2 bagian
yaitu :
VI. Proses keperawatan
Keperawatan adalah suatu
bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang di dasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk
pelayanan biopsikososial dan spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga
dan masyarakat.
a.
Pengkajian
Pengkajian keperawatan
merupakan dasar utama dari proses keperawatan pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu menentukanstatus kesehatan dan pola pertahanan klien
serta merumuskan diagnosa keperawatan.
b.
Diagnosa keperawatan
1.
Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan
hipertermi
2.
Potensial terjadi trauma fisik berhubungan
dengan kurangnya koordinasi otot
3.
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan
hipertermi
4.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan informasi
5.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan
maningkatnya metabolisme tubuh akibat hipertermi.
c.
Perencanaan
NDX
1 : Potensial terjadinya
kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan : klien tidak mengalami kejang
Kriteria hasil :
tidak terjadi serangan kejang ulang, suhu 36 – 37,5 0 C,nadi 100 –
110 x / I, kesadaran compus mentis
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Longgarkan pakaian, berikan
pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
|
Proses konveksi akan terhalang
oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat
|
2
|
Berikan kompres dingin
|
Perpindahan panas secara konduksi
|
3
|
Berikan ekstra cairan ( susu,
sari buah dll)
|
Saat demam kebutuhan akan cairan
tubuh meningkat
|
4
|
Obserfasi TTV tiap 4 jam
|
Pemantauan yang teratur
menentukan tindakan yang akan dilakukan
|
5
|
Batasi aktifitas selama anak
panas
|
Aktifitas dapat meningkatkan
panas
|
6
|
Berikan antipiretik dan
pengobatan sesuai medis
|
Menurunkan panas pada pusat
hipotalamus dan sebagai propilaksis
|
NDX
2 : Potensial terjadi trauma
fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
Tujuan : tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
Kriteria
hasil : tidak terjadi trauma fisik pada perawatan, mempertahankan tindakan yang
mengontro aktifitas kejang, mengidentifikasi tindakan yang harus di berikan
ketika terjadi kejang.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan
penggunaan tempat tidur yang rendah
|
Meminimalkan injuri saat kejang
|
2
|
Tinggalah bersama klien selama fase
kejang
|
Menigkatkan keamanan klien
|
3
|
Berikan tongue spatel di antara gigi atas
dan bawa
|
Menurunkan resiko trauma pada mulut
|
4
|
Letakkan klien di tempat yang lembut
|
Membantu menurunkan resiko injuri fisik
ekstremitan ketika kontrol otot volumter berkurang
|
5
|
Catat tipe kejang ( lokasi, lama ) dan
frekwensi kejang
|
Membantu menurunkan lokasi area serebral
yang terganggu
|
6
|
Membantu menurunkan resiko injuri fisik
ekstremitan ketika kontrol otot volumter berkurang
|
Mendeteksi secara dini keadaan yang
abnormal
|
NDX 3 : Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan hipertermi
Tujuan : rasa
nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : suhu
tubuh 36 – 37,50 C,
nadi : 100 – 110 x /i , RR : 24 – 28 x /i , kesadaran compusmentis, anak tidak
rewel
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji faktor – faktor hipertermi
|
Mengetahui penyebab terjadinya hipertermi
karena penambahan pakaian atau selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh
|
2
|
Observasi TTV tiap 4 jam sekali
|
Pemantauan TTV yang teratur dapat
menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya
|
3
|
Pertahankan suhu tubuh normal
|
Suhu tubuh yang dapat di pengaruhi oleh
tingkat aktifitas, suhu lingkungan, kelembaban yang tinggi akan mempengaruhi
panas / dinginnya tubuh
|
4
|
Ajarkan kepada keluarga memberikan
kompres dingin pada kepala / ketiak
|
Proses konduktif / perpindahan panas
dengan suatu bahan perantara
|
5
|
Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan
terbuat dari kain katun
|
Proses hilangnya akan terhalangi pakaian
tebal dan tidak dapat menyerap keringat
|
6
|
Atur sirkulasi udara ruangan
|
Penyediaan udara bersih
|
7
|
Beri ekstra cairan dengan menganjurkan
pasien banyak minum
|
Kebutuhan cairan meningkat karena
penguapan tubuh meningkat
|
8
|
Batasi aktifitas fisik
|
Aktifitas meningkatkan metabolisme dab
meningkatkan panas
|
NDX
4 : Kurangnya pengetahuan
berhubungan dengan keterbatasan informasi
Tujuan : Pengetahuan bertambah tentang
penyakit anaknya
Kriteri
hasil : keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya, keluarga mampu
diikut sertakan dalam proses keperawatan, keluarga mentaati setiap proses
keperawatan.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji tingkat pengetahuan keluarga
|
Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang
di miliki keluarga dan kebenaran informasi yang di dapat
|
2
|
Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan
akibat kejang demam
|
Penjelasan tentatang kondisi yang dialami
dapat menambah wawasan keluarga
|
3
|
Jelaskan setiap tindakan perawatan yang
akan di lakukan
|
Agar keluarga mengetahui tujuan setiap
tindakan keperawatan
|
4
|
Berikan HE tentang cara melong anak
kejang dan mencegah kejang demam
|
Sebagai upaya ahli informasi dan mendidik
keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan
|
5
|
Berikan HE agar selalu sedia obat penurun
panas bila anak panas
|
Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi
dan serangan kejang ulang
|
6
|
Jika anak sembuh, jaga anak tidak terkena
penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit
menular sehingg tidak mencetuskan kenaikan suhu
|
Sebagai upaya prefentif serangan ulang
|
7
|
Beri tahukan keluarga jika anak akan
mendapatkan imunisasi agar memberi tahukan kepada petugas imunisasi bahwa
anaknya pernah menderita kejang demam
|
Imunisasi pertusis memberikan reaksi
panas yang akan dapat menyebabkan kejang demam
|
NDX
5 : Gangguan pola tidur berhubungan
dengan maningkatnya metabolisme tubuh akibat hipertermi
Tujuan : Akan menunjukan pola tidur yang nyaman
Kriteria
hasil : konjungtiva tidak anemis, TTV dalam keadaan normal, suhu tubuh 36 –
37,50 C, nadi :
100 – 110 x /i , RR : 24 – 28 x /i
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Akan menunjukan pola
tidur yang nyaman
Kriteria hasil :
konjungtiva tidak anemis, TTV dalam keadaan normal, suhu tubuh 36 – 37,50 C, nadi : 100 – 110 x /i , RR : 24 –
28 x /i
|
Supaya klien dapat beristirahat dengan
nyaman.
|
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobin SM, 1989, Penata laksanaan mutakhir Kejang pada
anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda JuallC, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah
Kariasa 1 Made, EGC, Jakarta.
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis pada anak, Edisis
ke 2, PT. sagung Seto : Jakarta
Ngastiyah, 1997, perawatan Anak Sakit. EGC< Jakarta.
Rendlen John, 1994, Ikhitisar Penyakit Anak, Edisi ke 6,
Binapura Aksara, Jakarta
Santosa, NI, 1989, Perawatan 1 ( Dasar-dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Keperawatan Dalam Konsep Keluarga, Depkes RI, Jakarta…
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh kembang anak, EGC jakarta
Suharso Darto, 2994,Pedoman diagnosis dan terapi, F.K.
Unifersitas erlanga, surabaya
Sumijati M.E, dkk 2000, Asuhan keperawatan pada kasus
penyakit yang lazim Terjadi pada anak, PERKANI: surabaya.
Wahidiyat iskandar, 1985, Ilmu kesehatan anak, Edisi 2, Info
medika, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar