Senin, 24 Oktober 2011

ASKEP POST PARTUM (PNC)


A. Konsep Dasar Medik Masa Nifas
1.    Pengertian
         Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu ( Hanifa , dalam  Ilmu Kebidanan, 1995). Istilah puerperium  ( berasal dari kata puer artinya anak, parele artinya melahirkan )  menunjukkan periode persalinan dan kembalinya organ-organ reproduksi wanita ke kondisi normal seperti sebelum hamil ( Reeder, dalam Maternity Nursing, 1987)
         Periode masa nifas adalah waktu penyembuhan dan perubahan waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga (Mitayani, 2009, Hal : 122 ).
         Pengertian lainnya, masa nifas ( puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu ( Buku Acuan Nasional Yankes Maternal dan Neonatal, 2006).
1.    Periode Masa Nifas
Pembagian Masa Nifas
a.    Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b.    Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis yang lamanya 6-8 minggu.
c.    Remote puerperium, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
2.    Tahap  Perkembangan  Peran pada Masa Nifas
a.    Dependent Behavior
1)    Memerlukan energi fisik untuk merawat bayi
2)    Tugas rutin ditunda / diserahkan pada orang lain
3)    Gangguan rasa nyaman nyeri, akibat episiotomy, hemoroid, lecet pada puting susu
b.    Independent behavior
1)    Mulai  ada hasrat untuk merawat bayinya
2)    Mulai memperhatikan tugas lain, seperti urusan rumah tangga
3)    Peran orang tua perlu dipelajari
c.    Interdependent Behavior
1)    Interaksi antar anggota keluarga
2)    Ayah bekerja, lebih banyak menghabiskan waktu di luar
3)    Ibu khusus merawat bayi dan bekerja, kebutuhan interest berbeda akan membuat renggang hubungan suami istri.
3.    Perubahan pada Masa Nifas
Pada masa nifas, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis pada ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter, bidan, maupun perawat ikut membentuk respons ibu terhadap bayinya selama masa nifas ini. Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan keluarganya, seorang bidan atau perawat harus memahami dan memiliki pengetahuan tentang perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas ini dengan baik.
Perubahan Fisiologis pada sistem Reproduksi
a)    Uterus
(1)  Proses Involusi
         Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Proses involusi merupakan salah satu peristiwa penting dalam masa nifas, disamping proses laktasi                      ( pengeluaran ASI). Uterus ibu yang baru melahirkan masih membesar, jika diraba dari luar tinggi fundus uteri kira-kira 1 jari dari pusat, sedangkan beratnya  lebih kurang 1 kg. Hal ini disebabkan oleh banyaknya darah dalam dinding rahim mengalir dalam pembuluh-pembuluh darah yang membesar dan setelah itu berangsur-angsur menjadi kecil.
(2)  Kontraksi
          Kontraksi uterus terus meningkat secara bermakna setelah bayi keluar, yang diperkirakan terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauteri yang sangat besar. Kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar , ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan antara plasenta sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus menjadi nekrosis dan lepas.
         Upaya untuk mepertahankan kontraksi uterus selama masa awal nifas ini penting sekali, maka biasanya suntikan oksitosin ( pitosin ) secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir (Bobak 2005). Inisiasi menyususi dini ( IMD ) dimana membiarkan bayi di payudara ibu segera setelah lahir dalam masa ini penting juga   dilakukan, karena isapan bayi pada payudara dapat merangsang pelepasan oksitosin.
(3)  Afterpains
        Dalam minggu pertama sesudah bayi lahir, mungkin ibu mengalami kram / mulas pada abdomen yang berlangsung sebentar, mirip sekali dengan kram waktu periode menstruasi, keadaan ini disebut afterpains, yang ditimbulkan oleh karena kontraksi uterus pada waktu mendorong gumpalan darah dan jaringan yang terkumpul didalam uterus.
(4)  Tempat Plasenta
        Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi tempat / situs plasenta akan menjadi nekrotik ( layu / mati ). Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah yang dinamakan lokia yang menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik tadi adalah karena pertumbuhan endometrium .
(4)  Lokia
        Lokia adalah darah dan cairan yang keluar dari vagina selama masa nifas. Lokia mempunyai reaksi   basa / alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada vagina normal. Lokia mempunyai bau amis ( anyir), meskipun tidak terlalu menyengat, dan volumenya berbeda-beda pada setiap ibu, lokia mengalami perubahan karena proses involusi.
(a)  Lochea rubra (cruenta), berwarna merah berisi darah segar bercampur  sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari post partum.
(b)  Lochea sanguinolenta, berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, pada hari 3-7 post partum.
(c)  Lochea serosa, berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari 7-14 post partum.
(d)  Lochea alba, cairan putih selama 2 minggu (Wiknjosastro. H, 2005, hal : 241).
b)    Serviks Uteri
        Involusi serviks dan segmen bawah uterus / eksterna setelah persalinan berbeda dan tidak kembali pada keadaan sebelum hamil. Muara serviks eksterna / katalis servikalis tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum  melahirkan ( pada multipara ), tetapi terlihat memanjang seperti celah atau garis horisontal agak lebar , sering disebut mulut ikan atau porous serviks.
        Serviks akan menjadi lunak segera setelah melahirkan. Dalam waktu sekitar 20 jam setelah persalinan, serviks memendek dengan konsistensi lebih padat dan kembali ke bentuk semula dalam masa involusi.
c)    Vagina
        Pada sekitar minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rudae kembali. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap seperti ukuran sebelum hamil pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah melahirkan. Rugae akan terlihat kembali pada minggu ke-3 atau ke-4. Estrogen setelah melahirkan sangat berperan dalam penebalan mukosa vagina dan pembentukan rugae kembali
d)    Perineum
        Perineum adalah daerah antara vulva dan anus. Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi agak bengkak/edema/memar dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomy, yaitu sayatan untuk memperluas pengeluaran bayi. Proses penyembuhan luka episiotomi sama seperti luka operasi lain. Perhatikan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi seperti nyeri, merah, panas, bengkak, atau keluar cairan  tidak lazim. Penyembuhan luka biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan.
e)    Organ Otot Panggul
        Struktur dan penopang otot uterus dan vagina dapat mengalami cedera selama waktu melahirkan. Hal ini dapat menyebabkan relaksasi panggul, yang berhubungan dengan pemajangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul yang menopang uterus, dinding vagina, rektum, uretra, dan kandung kemih.
        Latihan Kegel dapat direkomendasikan setelah persalinan untuk membantu memperbaiki tonus dan fungsi otot vagina dan panggul.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok, dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon klien terhadap penyakitnya.   
Pada dasarnya proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan menggunakan pemikiran. Proses keperawatan juga merupakan kegiatan yang didasarkan pada ilmiahserta metode pendekatan yang dilakukan oleh tenaga perawatan dalam membantu pemecahan masalah klien.
Dalam proses keperawatan ada lima tahap, dimana tahap-tahap tersebut tidak dapat dipisahkan, dan saling berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama membentuk lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinyu yaitu tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan / tindakan keperawatan dan evaluasi.
1.    Pengkajian
Menurut Doenges ( 2001 ) hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan 4 jam post partum yaitu :
a.    Aktivitas / istirahat
Insomnia mungkin teramati
b.    Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari
c.    Integritas ego
Peka rangsang, takut menangis ( ”postpartum blues” sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan
d.    Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5
e.    Makanan /  cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluarkan kira-kira hari ke-3

f.     Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5  pasca partum
g.    Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira selebar jari setiap harinya. Lokhea rubra berlanjut sampai hari ke 2-3, berlanjut menjadi lokhea serosa dengan aliran tergantung pada posisi ( missal, rekumben versus ambulasi berdiri ) dan aktivitas ( mis. Menyusui ). Payudara : produksi kolostrum 48 jam diagnosa pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke- 3, mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Doenges ( 2001 ) pada ibu post partum lebih dari 4 jam sampai 3 hari pasca partum yaitu :
a.    Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
b.    Ketidakpuasan dengan pengalaman menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu.
c.    Risiko tinggi cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator ( mis, hipotensi ortostatik, trejadinya HKK atau eklamsia), efek-efek anastesia, tromboembolisme, profil darah abnormal ( anemia, sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh ).
d.    Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasive dan/ atau peningkatan pemajanan lingkungan, rupture ketuban lama, malnutrisi.
e.    Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek-efek hormonal ( perpindahan cairan / peningkatan aliran plasma ginjal), trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek anastesia.
f.     Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan / penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan belebihan ( muntah, diaphoresis, peningkatan haluaran urin dan kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi)
g.    Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan volume cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan penggantian cairan, efek-efek infus oksitosin adanya HKK.
h.    Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot ( diastasis rektil), efek-efek progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anastesia, diare persalinan, kurang masukan, nyeri perineal/rektal .
i.      Risiko terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan kurang dukungan diantara / dari orang terdekat, kurang pengetahuan, ketidakefektifan dan / atau tidak tersedianya model peran, harapan tidak realistis untuk diri sendiri / bayi/pasangan, tidak terpenuhinya kebutuhan maturasi sosial / emosional dari klien / pasangan, adanya stressor ( mis, finansial, rumah tangga pekerjaan)
j.      Risiko koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua ( atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis.
k.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis ( sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri /ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
l.      Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan  interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber. Potensi terhadap pertumbuhan berhubungan dengan kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul kepermukaan.
m.  Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas adaptif, memungkinkan tujuanaktualisasi diri.
3.    Rencana Asuhan Keperawatan
        Menurut Doenges intervensi / perencanaan pada ibu postpartumlebih dari 4 jam sampai 3 hari pascapartum adalah :
a.    Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal
Tujuan :
1)    Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan dengan tepat. Mengungkapkan berku-rangnya ketidaknyamanan.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.    Tentukan adanya lokasi dan sifat ketidaknyamanan. Tinjau ulang persalinan dan catatan kelahiran.
2.    Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy. Perhatikan edema, ekimosis, nyeri tekan local, eksudat purulent, atau kehi-langan perlekatan jahitan. (rujuk pada DK : infeksi, risiko tinggi terhadap. )
3.    Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
4.    Berikan kompres panas lembab ( mis , rendam duduk / bak mandi ) diantara 100 0 F dan 1050F ( 380C – 480 C setelah 24 jam pertama.

5.    Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi di atas perbaikan episiotomi
6.    Kaji nyeri tekan uterus, tentukan adanya dan frekuensi / intesitas after pains. Perhatikan faktor-faktor pemberat






7.    Inspeksi payudara dan jaringan puting, kaji pembesaran dan /atau puting pecah-pecah.









1.    Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
2.    Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan/ atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut

3.    Memberi anastesia local, mening-katkan vasokonstriksi, dan me-ngurangi edema dan vasodilatasi
4.    Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatakan oksi-genasi dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan mening-katkan penyembuhan.
5.    Penggunaann pengencangan glu-teal saat duduk menurunkan stres dan tekanan langsung pada perineum
6.    Selama 12 jam pertama pasca partum, kontraksi uterus kuat dan regular, dan ini berlanjut selama 2-3 hari selanjutnya, meskipun frekuensinya dan intesitasnya berkurang. Faktor-faktor yang memperberat afterpain meliputi multipara, overdistensi uterus, menyusui, dan pemberian pre-parat ergot dan oksitosin.
7.    Pada 24 jam pasca partum, payudara harus lunak dan tidak perih, dn puting harus bebas dari pecah-pecah atau area keme-rahan. Pembesaran payudara, nyeri tekan puting, atau adanya pecah-pecah padaputing  ( bila klien menyusui ) dapat terjadi hari ke-2 sampai ke-3 pasca partum.


b.  Ketidakpuasan dengan pengalaman menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan  :
1)    Mengungkapkan pemahaman atau proses situasi menyusui
2)    Mendemonstrasikan teknik efektif dalam menyusui
3)    Menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.    Kaji pengetahuan dan penga-laman klien tentang menyusui sebelumnya.

2.    Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga





3.    Berikan informasi verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, pera-watan puting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor-faktor yang memu-dahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.

4.    Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama menyusu  dan lama menyusu.
5.    Kaji puting klien, anjurkan klien melihat puting setiap habis menyusui


6.    Anjurkan klien untuk menge-ringkan puting dengan udara selama 20-30 menit setelah menyusui dan memberikan preparat lanolin setelah menyusui, atau menggunakan lampu pemanas dengan lampu 40-watt ditempatkan 18 inci dari payudara, selama 20 menit. Instruksikan klien menghindari penggunaan sabun atau penggunaan bantalan bra berlapis plastic, dan mengganti pembalut bila basah atau lembab.

7.    Instruksikan klien untuk menghindari penggunaan pelindung puting kecuali secara khusus diindikasikan










8.    Berikan pelindung puting payudara khusus mis : pelindung Eschmann ) untuk klien menyusui dengan puting masuk atau datar. Anjurkan penggunaan kompres es sebelum menyusui dan latihan puting dengan memutar diantara ibu jari dan jari tengah dan menggunakan teknik Hoffman
Kolaborasi
9.    Rujuk klien pada kelompok pendukung : mis , posyandu.

10. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia dimasyarakat sesuai indikasi : misal program kesehatan ibu dan anak ( KIA )


1.    Membantu dalam mengiden-tifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana pe-rawatan.
2.    Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan ke-sempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil. Sikap dan komentar yang negative mempengaruhi upaya-upaya dan data menye-babkan klien menolak menco-ba untuk menyusui
3.    Membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah puting pecah dan luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusul. Pamphlet dan buku-buku menyediakan sumber yang dapat dirujuk klien sesuai kebutuhan
4.    Posisi yang tepat biasanya mencegah luka puting tanpa memperhatikan lamanya me-nyusui.
5.    Identifikasi dan intervensi dini dapat mencegah / membatasi terjadinya luka atau pecah puting, yang dapat merusak proses menyusui.
6.    Pemajanan pada udara atau panas membantu mengen-cangkan puting, sedangkan sabun dapat menyebabkan kering. Mempertahankan pu-ting dalam media lembab meningkatkan pertumbuhan bakteri dan kerusakan kulit ( catatan: Studi menunjukkan mengoleskan sedikit ASI pada area puting dapat bermanfaat untuk mengatasi puting pecah dengan mempertahankan area lunak dan lembut.
7.    Ini telah diketahui menambah kegagalan laktasi. Pelindung mencegah mulut bayi menga-rah untuk kotak dengan puting ibu, yang mana perlu untuk melanjutkan pelepasan prolac-tin (meningkatkan produksi susu) dan dapat mengganggu atau mencegah tersedianya. Suplai susu yang adekuat. (catatan : pelindung yang digunakan sementara dapat menguntungkan pada kondisi puting pecah yang berat.)
8.    Mangkuk laktasi / pelindung payudara, latihan, dan kom-pres es membantu membuat puting lebih ereksi, teknik Hoffman melepaskan perleng-ketan, yang menyebabkan in-versi puting .




9.    Memberikan bantuan terus menerus untuk meningkatkan kesuksesan hasil.
10. Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendi-dikan klien dan nutrisional.
c.  Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasive dan/ atau peningkatan pemajanan lingkungan, rupture ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan :
1)    Klien dapat mendemonstrasikan tekhnik-tekhnik untuk menurunkan resiko / meningkatkan penyembuhan
2)    Menunjukkan luka yang bebas dari drainase purulen
3)    Bebas dari infeksi, tidak febris, dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.    Kaji catatan prenatal dan intrapranatal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini ( KPD ), persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta.
2.    Pantau suhu dan nadi dengan rutin I dan sesuai indikasi, catat tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise.

3.    Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus, perhatikan perubahan involusional atau adanya nyeri tekan uterus eksterm.








4.    Catat jumlah dan bau rabas lokheal atau perubahan pada kemajuan normal dari rubra menjadi serosa.




5.    Evaluasi kondisi puting, perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan. Anjurkan pemeriksaan rutin payudara. Tinjau perawatan yang tepat dan teknik pemberian makan bayi   ( rujuk pada DK : nyeri akut / ketidaknyamanan )
6.    Inspeksi sisi perbaikan episitomi setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan berlebihan, kemerahan, eksu-dat purulent, edema sekatan pada garis sutura ( kehilangan perlekatan ) atau adanya leserasi.
7.    Perhatikan frekuensi / jumlah berkemih.
8.    Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih / defekasi . anjurkan klien mandi setiap hari diganti pembalut perineal sedikitnya setiap 4 jam, dari depan ke belakang.
9. Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan cermat dan pembuangan pembalut yang kotor, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat. Diskusikan dengan klien pentingnya kontinuitas tindakan ini setelah pulang.

1.    Membantu mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang dapat mengganggu penyembuhan dan /atau kemunduran pertumbuhan epitel jaringan endometrium dan memberi kecendrungan klien terkena infeksi.
2.    Peningkatan suhu sampai 38 0C dalam  24 jam pertama sangat menandakan infeksi, peningkatan sampai 38 0C pada 2 dari 10 hari pertama adalah bermakna.
3.    Fundus yang pada awalnya 2 cm di bawah umbilicus, meningkat 1-2 cm / hari ( satu buku jari perhari ). Kegagalan myometrium untuk involusi pada kecepatan ini, atau terjadinya nyeri tekan eksterm, menandakan kemungkinan tertahannya jaringan plasenta atau infeksi. ( catatan : ukuran uterus dipengaruhi oleh ukuran bayi yang baru dilahirkan.) ( rujuk pada NIK : infeksi puerperal )
4.    Lokheal secara normal mempunyai bau amis / daging, namun pada endometrius, rabas mungkin purulent dan bau busuk, mungkin gagal untuk menunjukkan kemajuan normal dari rubra menjadi serosa sampai alba.
5.    Terjadinya fisura / pecah-pecah pada puting menimbulkan potensial risiko mastitis.





6.    Diagnosis dini dari infeksi local dapat mencegah penyebaran pada jaringan uterus . ( catatan : adanya laserasi derajat ketiga sampai keempat meningkatkan risiko terkena infeksi).
7.    Stasis urinarius meningkatkan risiko terhadap infeksi.
8.    Pembersihan sering dari kedepan ke belakang ( simfisis pubis ke area anal ) membantu mencegah kontaminasi rektal mamasuki vagina atau uretra. Mandi rendam duduk ataupun rendam merangsang sirkulasi perineal dan meningkatkan pemulihan
9. Membantu mencegah atau menghalangi penyebaran in-feksi.







 
C. Konsep Dasar Ruptur Perineum
1.    Pengertian
         Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya umum terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat (Wiknjosastro, 2005, hal. 665).Ruptur perineum terdiri dari beberapa tingkatan :
a.    Ruptur perineum derajat I
Ruptur terjadi hanya pada selaput lendir dan kulit perineum.
b.    Ruptur perineum derajat II
Ruptur yang terjadi pada selaput lendir, kulit dan juga otot perineum.
c.    Ruptur perineum derajat III
Ruptur yang mengenai selaput lendir, kulit, otot-otot perineum dan spingter ani rusak.
d.    Ruptur perineum derajat IV
Ruptur terjadi pada perineum sampai dengan otot spingter ani dan mukosa rectum (Wiknjosastro, 2005, hal. 665).
2.    Etiologi
Terjadinya ruptur perineum dapat di sebabkan oleh beberapa hal :
a.    Kepala anak terlalu cepat lahir.
b.    Anak besar.
c.    Vagina sempit.
d.    Persalinan buatan
e.    Panggul sempit (Mochtar,R, 1998, hal. 292).
3.    Insiden
           Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutya, robekan ini dapat di hindarkan atau di kurangi dengan menjadi sampai dasar panggul di lalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir, janin ditahan terlampau kuat dan karena dapat menyebabkan perdarahan dalam tengkorak janin dan terjadinya asfiksia, robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila janin terlalu cepat di sudut, anus lebih kecil dari biasanya, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih dari pada sirkumferensia suboksipito brehmatika atau anak dilahirkan dengan pembedahan vagina (Wiknjosastro, 2005, hal.665).
4.    Patofisiologi
           Terjadinya Ruptur Perineum yaitu karena desakan tiba- tiba dan terlalu cepat kepala janin keluar dan karena pergerakan pada vulva membuat integritas kulit menjadi rusak dan lebih jauh kontuinitas jaringan dan pembuluh darah terpisah dan kadang menimbulkan perdarahan (Wiknjosastro, 2002, hal 665)
5.    Manifestasi klinik
a.    Gelisah
b.    Nadi cepat
c.    Pernapasan
d.    Pucat
e.    Segmen bawah uterus menegang
f.     Pendarahan pervaginam (Wiknjosastro, 2005, hal 668-669).
6.    Penatalaksanaan Medik
a.    Menjahit luka
b.    Anastesi
c.    Pemberian analgetik
d.    Pemberian vitamin
e.    Pemberian antibiotic
f.     Merawat luka perineum

1 komentar: