A. Konsep Dasar Medik Masa Nifas
1. Pengertian
Masa
nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai, dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu ( Hanifa , dalam
Ilmu Kebidanan, 1995). Istilah puerperium ( berasal dari kata puer artinya anak, parele
artinya melahirkan ) menunjukkan periode
persalinan dan kembalinya organ-organ reproduksi wanita ke kondisi normal
seperti sebelum hamil ( Reeder, dalam Maternity Nursing, 1987)
Periode
masa nifas adalah waktu penyembuhan dan perubahan waktu kembali pada keadaan
tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga (Mitayani,
2009, Hal : 122 ).
Pengertian
lainnya, masa nifas ( puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu ( Buku Acuan
Nasional Yankes Maternal dan Neonatal, 2006).
1. Periode Masa Nifas
Pembagian Masa
Nifas
a.
Puerperium dini,
yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b.
Puerperium
intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis yang lamanya 6-8
minggu.
c.
Remote puerperium,
waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil
atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
2. Tahap Perkembangan
Peran pada Masa Nifas
a. Dependent
Behavior
1) Memerlukan
energi fisik untuk merawat bayi
2) Tugas
rutin ditunda / diserahkan pada orang lain
3) Gangguan
rasa nyaman nyeri, akibat episiotomy, hemoroid, lecet pada puting susu
b. Independent
behavior
1) Mulai ada hasrat untuk merawat bayinya
2) Mulai
memperhatikan tugas lain, seperti urusan rumah tangga
3) Peran
orang tua perlu dipelajari
c. Interdependent
Behavior
1) Interaksi
antar anggota keluarga
2) Ayah
bekerja, lebih banyak menghabiskan waktu di luar
3) Ibu
khusus merawat bayi dan bekerja, kebutuhan interest berbeda akan membuat
renggang hubungan suami istri.
3. Perubahan
pada Masa Nifas
Pada
masa nifas, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis pada ibu.
Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal,
dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk
tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan
serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter,
bidan, maupun perawat ikut membentuk respons ibu terhadap bayinya selama masa
nifas ini. Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan
keluarganya, seorang bidan atau perawat harus memahami dan memiliki pengetahuan
tentang perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas ini dengan
baik.
Perubahan
Fisiologis pada sistem Reproduksi
a) Uterus
(1) Proses
Involusi
Involusi atau pengerutan uterus
merupakan suatu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Proses
involusi merupakan salah satu peristiwa penting dalam masa nifas, disamping
proses laktasi (
pengeluaran ASI). Uterus ibu yang baru melahirkan masih membesar, jika diraba
dari luar tinggi fundus uteri kira-kira 1 jari dari pusat, sedangkan
beratnya lebih kurang 1 kg. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya darah dalam dinding rahim mengalir dalam pembuluh-pembuluh
darah yang membesar dan setelah itu berangsur-angsur menjadi kecil.
(2) Kontraksi
Kontraksi uterus terus meningkat
secara bermakna setelah bayi keluar, yang diperkirakan terjadi sebagai respon
terhadap penurunan volume intrauteri yang sangat besar. Kontraksi uterus yang
meningkat setelah bayi keluar , ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan
antara plasenta sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus
menjadi nekrosis dan lepas.
Upaya untuk mepertahankan kontraksi
uterus selama masa awal nifas ini penting sekali, maka biasanya suntikan
oksitosin ( pitosin ) secara intravena atau intramuscular diberikan segera
setelah plasenta lahir (Bobak 2005). Inisiasi menyususi dini ( IMD ) dimana
membiarkan bayi di payudara ibu segera setelah lahir dalam masa ini penting
juga dilakukan, karena isapan bayi pada
payudara dapat merangsang pelepasan oksitosin.
(3) Afterpains
Dalam minggu pertama sesudah bayi
lahir, mungkin ibu mengalami kram / mulas pada abdomen yang berlangsung
sebentar, mirip sekali dengan kram waktu periode menstruasi, keadaan ini disebut
afterpains, yang ditimbulkan oleh karena kontraksi uterus pada waktu mendorong
gumpalan darah dan jaringan yang terkumpul didalam uterus.
(4) Tempat
Plasenta
Dengan involusi uterus ini, maka
lapisan luar dari decidua yang mengelilingi tempat / situs plasenta akan
menjadi nekrotik ( layu / mati ). Desidua yang mati akan keluar bersama dengan
sisa cairan, suatu campuran antara darah yang dinamakan lokia yang menyebabkan
pelepasan jaringan nekrotik tadi adalah karena pertumbuhan endometrium .
(4) Lokia
Lokia adalah darah dan cairan yang keluar
dari vagina selama masa nifas. Lokia mempunyai reaksi basa / alkalis yang dapat membuat organisme
berkembang lebih cepat daripada vagina normal. Lokia mempunyai bau amis (
anyir), meskipun tidak terlalu menyengat, dan volumenya berbeda-beda pada
setiap ibu, lokia mengalami perubahan karena proses involusi.
(a) Lochea
rubra (cruenta), berwarna merah berisi darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari post partum.
(b) Lochea
sanguinolenta, berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, pada hari 3-7
post partum.
(c) Lochea
serosa, berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari 7-14 post
partum.
(d) Lochea alba, cairan putih selama 2 minggu (Wiknjosastro.
H, 2005, hal : 241).
b) Serviks
Uteri
Involusi serviks dan segmen bawah
uterus / eksterna setelah persalinan berbeda dan tidak kembali pada keadaan
sebelum hamil. Muara serviks eksterna / katalis servikalis tidak akan berbentuk
lingkaran seperti sebelum melahirkan (
pada multipara ), tetapi terlihat memanjang seperti celah atau garis horisontal
agak lebar , sering disebut mulut ikan atau porous serviks.
Serviks akan menjadi lunak segera
setelah melahirkan. Dalam waktu sekitar 20 jam setelah persalinan, serviks
memendek dengan konsistensi lebih padat dan kembali ke bentuk semula dalam masa
involusi.
c) Vagina
Pada sekitar minggu ketiga, vagina
mengecil dan timbul rudae kembali. Vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap seperti ukuran sebelum hamil pada minggu ke-6 sampai
ke-8 setelah melahirkan. Rugae akan terlihat kembali pada minggu ke-3 atau
ke-4. Estrogen setelah melahirkan sangat berperan dalam penebalan mukosa vagina
dan pembentukan rugae kembali
d) Perineum
Perineum adalah daerah antara vulva dan
anus. Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi agak bengkak/edema/memar
dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomy, yaitu sayatan untuk
memperluas pengeluaran bayi. Proses penyembuhan luka episiotomi sama seperti
luka operasi lain. Perhatikan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi seperti
nyeri, merah, panas, bengkak, atau keluar cairan tidak lazim. Penyembuhan luka biasanya
berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan.
e) Organ
Otot Panggul
Struktur dan penopang otot uterus dan
vagina dapat mengalami cedera selama waktu melahirkan. Hal ini dapat
menyebabkan relaksasi panggul, yang berhubungan dengan pemajangan dan
melemahnya topangan permukaan struktur panggul yang menopang uterus, dinding
vagina, rektum, uretra, dan kandung kemih.
Latihan Kegel dapat direkomendasikan setelah persalinan untuk membantu
memperbaiki tonus dan fungsi otot vagina dan panggul.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode
pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan pada
individu, kelompok, dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan
pemecahan masalah dari respon klien terhadap penyakitnya.
Pada
dasarnya proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dan menggunakan pemikiran. Proses keperawatan juga merupakan kegiatan
yang didasarkan pada ilmiahserta metode pendekatan yang dilakukan oleh tenaga
perawatan dalam membantu pemecahan masalah klien.
Dalam
proses keperawatan ada lima tahap, dimana tahap-tahap tersebut tidak dapat
dipisahkan, dan saling berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama
membentuk lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinyu yaitu tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan / tindakan
keperawatan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut
Doenges ( 2001 ) hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan 4 jam post partum
yaitu :
a. Aktivitas
/ istirahat
Insomnia
mungkin teramati
b. Sirkulasi
Episode
diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari
c. Integritas
ego
Peka
rangsang, takut menangis ( ”postpartum blues” sering terlihat kira-kira 3 hari
setelah melahirkan
d. Eliminasi
Diuresis
diantara hari ke-2 dan ke-5
e. Makanan
/ cairan
Kehilangan
nafsu makan mungkin dikeluarkan kira-kira hari ke-3
f. Nyeri
/ ketidaknyamanan
Nyeri
tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5 pasca partum
g. Seksualitas
Uterus
1 cm di atas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira selebar
jari setiap harinya. Lokhea rubra berlanjut sampai hari ke 2-3, berlanjut
menjadi lokhea serosa dengan aliran tergantung pada posisi ( missal, rekumben
versus ambulasi berdiri ) dan aktivitas ( mis. Menyusui ). Payudara : produksi
kolostrum 48 jam diagnosa pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada
hari ke- 3, mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan menurut Doenges ( 2001 ) pada ibu post partum lebih dari 4 jam
sampai 3 hari pasca partum yaitu :
a. Nyeri
berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran jaringan atau distensi,
efek-efek hormonal.
b. Ketidakpuasan
dengan pengalaman menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik
payudara ibu.
c. Risiko
tinggi cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator ( mis, hipotensi
ortostatik, trejadinya HKK atau eklamsia), efek-efek anastesia,
tromboembolisme, profil darah abnormal ( anemia, sensitivitas rubella,
inkompabilitas Rh ).
d. Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan atau kerusakan kulit,
penurunan Hb, prosedur invasive dan/ atau peningkatan pemajanan lingkungan,
rupture ketuban lama, malnutrisi.
e. Perubahan
eliminasi urine berhubungan dengan efek-efek hormonal ( perpindahan cairan /
peningkatan aliran plasma ginjal), trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek
anastesia.
f. Risiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan /
penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan belebihan ( muntah, diaphoresis,
peningkatan haluaran urin dan kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi)
g. Risiko
tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan volume
cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan penggantian cairan, efek-efek
infus oksitosin adanya HKK.
h. Konstipasi
berhubungan dengan penurunan tonus otot ( diastasis rektil), efek-efek
progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anastesia, diare persalinan,
kurang masukan, nyeri perineal/rektal .
i. Risiko
terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan kurang dukungan
diantara / dari orang terdekat, kurang pengetahuan, ketidakefektifan dan / atau
tidak tersedianya model peran, harapan tidak realistis untuk diri sendiri /
bayi/pasangan, tidak terpenuhinya kebutuhan maturasi sosial / emosional dari
klien / pasangan, adanya stressor ( mis, finansial, rumah tangga pekerjaan)
j. Risiko
koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis maturasional dari
kehamilan / mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua ( atau
melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem
pendukung, persepsi tidak realistis.
k. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis ( sangat gembira,
ansietas, kegirangan ), nyeri /ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran
melelahkan.
l. Kurang
pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang
pemajanan / mengingat, kesalahan
interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber. Potensi terhadap pertumbuhan
berhubungan dengan kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan
tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul kepermukaan.
m. Potensial
terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas adaptif, memungkinkan tujuanaktualisasi
diri.
3. Rencana
Asuhan Keperawatan
Menurut Doenges intervensi /
perencanaan pada ibu postpartumlebih dari 4 jam sampai 3 hari pascapartum
adalah :
a. Nyeri
berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran jaringan atau distensi,
efek-efek hormonal
Tujuan :
1) Mengidentifikasi
dan menggunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan dengan tepat.
Mengungkapkan berku-rangnya ketidaknyamanan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Tentukan
adanya lokasi dan sifat ketidaknyamanan. Tinjau ulang persalinan dan catatan
kelahiran.
2. Inspeksi
perbaikan perineum dan episiotomy. Perhatikan edema, ekimosis, nyeri tekan
local, eksudat purulent, atau kehi-langan perlekatan jahitan. (rujuk pada DK
: infeksi, risiko tinggi terhadap. )
3. Berikan
kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
4. Berikan
kompres panas lembab ( mis , rendam duduk / bak mandi ) diantara 100 0 F
dan 1050F ( 380C – 480 C setelah 24 jam
pertama.
5. Anjurkan
duduk dengan otot gluteal terkontraksi di atas perbaikan episiotomi
6. Kaji
nyeri tekan uterus, tentukan adanya dan frekuensi / intesitas after pains.
Perhatikan faktor-faktor pemberat
7. Inspeksi
payudara dan jaringan puting, kaji pembesaran dan /atau puting pecah-pecah.
|
1. Mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
2. Dapat
menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan/ atau terjadinya
komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut
3. Memberi
anastesia local, mening-katkan vasokonstriksi, dan me-ngurangi edema dan vasodilatasi
4. Meningkatkan
sirkulasi pada perineum, meningkatakan oksi-genasi dan nutrisi pada jaringan,
menurunkan edema dan mening-katkan penyembuhan.
5. Penggunaann
pengencangan glu-teal saat duduk menurunkan stres dan tekanan langsung pada
perineum
6. Selama
12 jam pertama pasca partum, kontraksi uterus kuat dan regular, dan ini
berlanjut selama 2-3 hari selanjutnya, meskipun frekuensinya dan intesitasnya
berkurang. Faktor-faktor yang memperberat afterpain meliputi multipara,
overdistensi uterus, menyusui, dan pemberian pre-parat ergot dan oksitosin.
7. Pada
24 jam pasca partum, payudara harus lunak dan tidak perih, dn puting harus
bebas dari pecah-pecah atau area keme-rahan. Pembesaran payudara, nyeri tekan
puting, atau adanya pecah-pecah padaputing
( bila klien menyusui ) dapat terjadi hari ke-2 sampai ke-3 pasca
partum.
|
b. Ketidakpuasan
dengan pengalaman menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik
payudara ibu.
Tujuan
:
1) Mengungkapkan
pemahaman atau proses situasi menyusui
2) Mendemonstrasikan
teknik efektif dalam menyusui
3) Menunjukkan
kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah
menyusui
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Kaji
pengetahuan dan penga-laman klien tentang menyusui sebelumnya.
2. Tentukan
sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga
3. Berikan
informasi verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui,
pera-watan puting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor-faktor yang
memu-dahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
4. Demonstrasikan
dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama menyusu dan lama menyusu.
5. Kaji
puting klien, anjurkan klien melihat puting setiap habis menyusui
6. Anjurkan
klien untuk menge-ringkan puting dengan udara selama 20-30 menit setelah
menyusui dan memberikan preparat lanolin setelah menyusui, atau menggunakan
lampu pemanas dengan lampu 40-watt ditempatkan 18 inci dari payudara, selama
20 menit. Instruksikan klien menghindari penggunaan sabun atau penggunaan
bantalan bra berlapis plastic, dan mengganti pembalut bila basah atau lembab.
7. Instruksikan
klien untuk menghindari penggunaan pelindung puting kecuali secara khusus
diindikasikan
8. Berikan
pelindung puting payudara khusus mis : pelindung Eschmann ) untuk klien
menyusui dengan puting masuk atau datar. Anjurkan penggunaan kompres es
sebelum menyusui dan latihan puting dengan memutar diantara ibu jari dan jari
tengah dan menggunakan teknik Hoffman
Kolaborasi
9. Rujuk
klien pada kelompok pendukung : mis , posyandu.
10. Identifikasi
sumber-sumber yang tersedia dimasyarakat sesuai indikasi : misal program
kesehatan ibu dan anak ( KIA )
|
1. Membantu
dalam mengiden-tifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana pe-rawatan.
2. Mempunyai
dukungan yang cukup meningkatkan ke-sempatan untuk pengalaman menyusui dengan
berhasil. Sikap dan komentar yang negative mempengaruhi upaya-upaya dan data
menye-babkan klien menolak menco-ba untuk menyusui
3. Membantu
menjamin suplai susu adekuat, mencegah puting pecah dan luka, memberikan
kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusul. Pamphlet dan buku-buku
menyediakan sumber yang dapat dirujuk klien sesuai kebutuhan
4. Posisi
yang tepat biasanya mencegah luka puting tanpa memperhatikan lamanya me-nyusui.
5. Identifikasi
dan intervensi dini dapat mencegah / membatasi terjadinya luka atau pecah puting,
yang dapat merusak proses menyusui.
6. Pemajanan
pada udara atau panas membantu mengen-cangkan puting, sedangkan sabun dapat
menyebabkan kering. Mempertahankan pu-ting dalam media lembab meningkatkan
pertumbuhan bakteri dan kerusakan kulit ( catatan: Studi menunjukkan
mengoleskan sedikit ASI pada area puting dapat bermanfaat untuk mengatasi puting
pecah dengan mempertahankan area lunak dan lembut.
7. Ini
telah diketahui menambah kegagalan laktasi. Pelindung mencegah mulut bayi
menga-rah untuk kotak dengan puting ibu, yang mana perlu untuk melanjutkan
pelepasan prolac-tin (meningkatkan produksi susu) dan dapat mengganggu atau
mencegah tersedianya. Suplai susu yang adekuat. (catatan : pelindung yang
digunakan sementara dapat menguntungkan pada kondisi puting pecah yang
berat.)
8. Mangkuk
laktasi / pelindung payudara, latihan, dan kom-pres es membantu membuat puting
lebih ereksi, teknik Hoffman melepaskan perleng-ketan, yang menyebabkan in-versi
puting .
9. Memberikan
bantuan terus menerus untuk meningkatkan kesuksesan hasil.
10. Pelayanan
ini mendukung pemberian ASI melalui pendi-dikan klien dan nutrisional.
|
c. Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan atau kerusakan kulit,
penurunan Hb, prosedur invasive dan/ atau peningkatan pemajanan lingkungan,
rupture ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan :
1) Klien
dapat mendemonstrasikan tekhnik-tekhnik untuk menurunkan resiko / meningkatkan
penyembuhan
2) Menunjukkan
luka yang bebas dari drainase purulen
3) Bebas
dari infeksi, tidak febris, dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Kaji
catatan prenatal dan intrapranatal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina
dan komplikasi seperti ketuban pecah dini ( KPD ), persalinan lama, laserasi,
hemoragi, dan tertahannya plasenta.
2. Pantau
suhu dan nadi dengan rutin I dan sesuai indikasi, catat tanda-tanda
menggigil, anoreksia atau malaise.
3. Kaji
lokasi dan kontraktilitas uterus, perhatikan perubahan involusional atau
adanya nyeri tekan uterus eksterm.
4. Catat
jumlah dan bau rabas lokheal atau perubahan pada kemajuan normal dari rubra
menjadi serosa.
5. Evaluasi
kondisi puting, perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan.
Anjurkan pemeriksaan rutin payudara. Tinjau perawatan yang tepat dan teknik
pemberian makan bayi ( rujuk pada DK : nyeri akut /
ketidaknyamanan )
6. Inspeksi
sisi perbaikan episitomi setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan berlebihan,
kemerahan, eksu-dat purulent, edema sekatan pada garis sutura ( kehilangan
perlekatan ) atau adanya leserasi.
7. Perhatikan
frekuensi / jumlah berkemih.
8. Anjurkan
perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4 kali
sehari atau setelah berkemih / defekasi . anjurkan klien mandi setiap hari
diganti pembalut perineal sedikitnya setiap 4 jam, dari depan ke belakang.
9. Anjurkan
dan gunakan teknik mencuci tangan cermat dan pembuangan pembalut yang kotor,
pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat. Diskusikan dengan
klien pentingnya kontinuitas tindakan ini setelah pulang.
|
1. Membantu
mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang dapat mengganggu penyembuhan dan
/atau kemunduran pertumbuhan epitel jaringan endometrium dan memberi
kecendrungan klien terkena infeksi.
2. Peningkatan
suhu sampai 38 0C dalam 24
jam pertama sangat menandakan infeksi, peningkatan sampai 38 0C
pada 2 dari 10 hari pertama adalah bermakna.
3. Fundus
yang pada awalnya 2 cm di bawah umbilicus, meningkat 1-2 cm / hari ( satu
buku jari perhari ). Kegagalan myometrium untuk involusi pada kecepatan ini,
atau terjadinya nyeri tekan eksterm, menandakan kemungkinan tertahannya
jaringan plasenta atau infeksi. ( catatan : ukuran uterus dipengaruhi oleh
ukuran bayi yang baru dilahirkan.) ( rujuk pada NIK : infeksi puerperal )
4. Lokheal
secara normal mempunyai bau amis / daging, namun pada endometrius, rabas
mungkin purulent dan bau busuk, mungkin gagal untuk menunjukkan kemajuan
normal dari rubra menjadi serosa sampai alba.
5. Terjadinya
fisura / pecah-pecah pada puting menimbulkan potensial risiko mastitis.
6. Diagnosis
dini dari infeksi local dapat mencegah penyebaran pada jaringan uterus . (
catatan : adanya laserasi derajat ketiga sampai keempat meningkatkan risiko
terkena infeksi).
7. Stasis
urinarius meningkatkan risiko terhadap infeksi.
8. Pembersihan
sering dari kedepan ke belakang ( simfisis pubis ke area anal ) membantu
mencegah kontaminasi rektal mamasuki vagina atau uretra. Mandi rendam duduk
ataupun rendam merangsang sirkulasi perineal dan meningkatkan pemulihan
9. Membantu
mencegah atau menghalangi penyebaran in-feksi.
|
C. Konsep Dasar Ruptur Perineum
1. Pengertian
Ruptur
perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya umum terjadi
pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat (Wiknjosastro, 2005, hal. 665).Ruptur perineum terdiri dari beberapa
tingkatan :
a. Ruptur
perineum derajat I
Ruptur terjadi hanya
pada selaput lendir dan kulit perineum.
b. Ruptur
perineum derajat II
Ruptur yang terjadi pada
selaput lendir, kulit dan juga otot perineum.
c. Ruptur
perineum derajat III
Ruptur
yang mengenai selaput lendir, kulit, otot-otot perineum dan spingter ani rusak.
d. Ruptur
perineum derajat IV
Ruptur
terjadi pada perineum sampai dengan otot spingter ani dan mukosa rectum
(Wiknjosastro, 2005, hal. 665).
2. Etiologi
Terjadinya
ruptur perineum dapat di sebabkan oleh beberapa hal :
a. Kepala
anak terlalu cepat lahir.
b. Anak
besar.
c. Vagina
sempit.
d. Persalinan buatan
e. Panggul sempit (Mochtar,R, 1998, hal. 292).
3. Insiden
Robekan
perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutya, robekan ini dapat di hindarkan atau di kurangi
dengan menjadi sampai dasar panggul di lalui oleh kepala janin dengan cepat,
sebaliknya kepala janin yang akan lahir, janin ditahan terlampau kuat dan
karena dapat menyebabkan perdarahan dalam tengkorak janin dan terjadinya
asfiksia, robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi
luas apabila janin terlalu cepat di sudut, anus lebih kecil dari biasanya,
kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih dari pada
sirkumferensia suboksipito brehmatika atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vagina (Wiknjosastro, 2005, hal.665).
4. Patofisiologi
Terjadinya
Ruptur Perineum yaitu karena desakan tiba- tiba dan terlalu cepat kepala janin
keluar dan karena pergerakan pada vulva membuat integritas kulit menjadi rusak
dan lebih jauh kontuinitas jaringan dan pembuluh darah terpisah dan kadang
menimbulkan perdarahan (Wiknjosastro, 2002, hal 665)
5.
Manifestasi klinik
a. Gelisah
b. Nadi
cepat
c. Pernapasan
d. Pucat
e. Segmen
bawah uterus menegang
f. Pendarahan
pervaginam (Wiknjosastro, 2005, hal 668-669).
6.
Penatalaksanaan Medik
a. Menjahit
luka
b. Anastesi
c. Pemberian
analgetik
d. Pemberian
vitamin
e. Pemberian
antibiotic
f. Merawat luka perineum
thankz atas blogx yah,z bisa mngambil pelajaran dri sini,..
BalasHapus